KISAH VBAC EFATA

agniya-efatasia-d

VBAC = Vaginal Birth After Caesarean

Pengalaman operasi Caesar pada kelahiran anak pertama adalah pengalaman yang sangat menguras emosi. Pada saat itu saya masih bekerja sebagai karyawan swasta dan hamil anak pertama. Sebulan sebelum HPL saya resign karena memang berencana mengurus anak nantinya kalau sudah lahir. Niat untuk melahirkan secara normal sudah tertanam di pikiran saya, sehingga pada minggu-minggu terakhir saya banyak melakukan gerakan-gerakan untuk memperlancar persalinan, seperti ngepel jongkok, senam hamil, dan berjalan. Sebenarnya pada kehamilan pertama, saya merasa banyak keluhan, seperti gampang capek, kaki tangan bengkak, dan masalah-masalah emosional lainnya.

HPL yang jatuh pada tanggal 19 Desember 2014 pun datang, tetapi tanda-tanda persalinan belum terasa. Kontraksi-kontraksi palsu sudah banyak terasa tetapi tidak ada kemajuan yang berarti. Singkat cerita, tanggal 29 Desember 2014, saya dan suami memutuskan ke dokter karena sudah 41 minggu lewat dan ketika itu ada sedikit lendir darah keluar. Ketika dicek di rumah sakit, sudah ada bukaan 3, tetapi ketika dicek tekanan darah, tekanan darah saya tinggi, yaitu 140/100. Wah selama ini saya ga ada riwayat darah tinggi, tapi kok tiba-tiba sekarang pas hamil ada darah tinggi. Setelah dicek, dokter memvonis untuk dilakukan persalinan secara SC karena beberapa komplikasi seperti pre-eklampsia, bukaan lambat maju (kemungkinan CPD), dan Hb di bawah normal. Awalnya saya dan suami tidak rela untuk operasi caesar karena kami sudah berusaha semaksimal kami untuk mengusahakan persalinan normal. Kami bilang ke dokternya untuk merundingkan dulu sampai hari Selasa besoknya. Tidak rela untuk operasi, kamipun menangis dan berdoa kepada Tuhan di kamar mandi waktu itu meminta mujizat-Nya terjadi. Kami berpikir mungkin tiba-tiba pembukaannya akan maju sebelum hari Selasa siang dan mungkin saya bisa melahirkan normal. We was expecting for a miracle…

 

Selasa pagi, 30 Desember 2014

Saya tidak bisa tidur semalaman. Entah karena tekanan darah tinggi atau karena kebanyakan jongkok-berdiri untuk bisa mempercepat persalinan normal. Kemudian tibalah waktunya cek pembukaan oleh bidan dan didapatlah pembukaan 4 ke 5. Kemajuan yang sedikit sekali dan saya tidak merasakan mulas sama sekali. Saya dan suami di samping saya pun tertegun dan terdiam. Dan saya pun menangis..

“Ma, Diel udah berusaha yang terbaik di dalam perut, tapi mungkin bukan jalannya dia lahir normal.” Satu statement dari suami saya yang membuat saya akhirnya sedikit ikhlas untuk operasi caesar.

Yesaya 55:8

Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan.

Saya tersentak. Ayat ini berbicara kepada saya beberapa bulan sebelumnya, tiba-tiba teringat lagi dalam pikiran saya. Okay, jadi Tuhan sudah berbicara, saya saja yang kurang peka, atau mungkin saya terlalu memaksakan kehendak saya?

Operasi caesar pun berjalan lancar. Putra pertama kami, Adiel Suryanagara Dewanto, lahir dengan sehat pada tanggal 30 Desember 2014 pukul 18.35. Pertama kali melihatnya ke dunia pada saat dia lahir dari sayatan perut saya dan menangis dengan kencang. Rasanya sangat senang sekali. Akhirnya anak laki-laki yang ditunggu-tunggu datang. Kemudian dia dibawa oleh bidan untuk melakukan IMD dan menyusui langsung. Karena ruangan operasi itu dingiiiin sekali, jadi Diel hanya boleh menyusu selama 10 menit. Saya menyusuinya sambil menggigil kedinginan. Kemudian saya dibawa ke ruang observasi.

 

Seminggu setelah pulang dari RS, Januari 2015

Dokter kandungan saya waktu itu mengecek luka jahitan caesar dan berkata lukanya sudah bagus. Saya harus mengkonsumsi cukup protein untuk penyembuhan luka. Satu pernyataan juga dari dokter yaitu jika ingin punya anak kedua, harus setelah dua tahun dari tanggal operasi caesar dulu baru boleh hamil lagi. Itu artinya, jika ingin melahirkan anak kedua dengan normal, jaraknya kelahirannya minimal 2 tahun 9 bulan, itu adalah jarak amannya.

 

Maret 2016

Saya positif hamil. Ga nyangka. Antara senang dan bingung. Ternyata sudah hamil kira-kira 6 – 8 minggu. Saya hitung HPL kira-kira akhir Oktober sampai awal November. Wah, Tuhan, ini belum 2 tahun lho. Diel aja sekarang masih 14 bulan. Ya ampun, apalah kata dokter nanti, ga ada yang mau bantuin lahiran normal kali ya, langsung vonis caesar, ckckck. Tetapi pada saat itu, saya merasa damai dengan kehamilan anak kedua ini. Ini adalah surprise dari Tuhan dan kami semestinya berterima kasih untuk anak ini.

Markus 7:34

Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya; “Efata!” artinya : Terbukalah!

Saya ingin menamai anak saya yang kedua dengan nama Efata. Saya berpikir Efata akan bisa membuka jalan lahirnya. Oleh sebab itu saya sudah punya keinginan, anak kedua akan diberi nama EFATA.

Perjalanan dimulai dari kunjungan ke dokter kandungan. Saya excited sekali, dan kami pergi ke RS dekat rumah tempat dulu Diel lahir. Dokter kandungan yang lagi praktek itu pria dan ketika saya menanyakan rencana lahiran, dia langsung bilang, “Iya bu, harus caesar soalnya belum 2 tahun.” Agak hancur sih hati saya (lebay), dan sempat sedikit menangis pada saat mengantri pembayaran.

Kemudian kami coba pindah dokter, ke dokter perempuan di RS yang sama, tetapi bukan dokter saya yang dulu. Beliau sih bilang, agak beresiko untuk lahiran normal karena jaraknya belum 2 tahun, tapi nanti kita akan lihat tebal leher rahimnya pada saat usia kehamilan 36 minggu. Kalau cukup, mungkin bisa diusahakan persalinan normal. Oiya, resiko persalinan VBAC adalah robek rahim atau ruptur uteri. Okay, saya pikir 36 minggu masih lamaa sekali. Jadi kami memutuskan untuk mencari dokter lain yang pernah menolong VBAC di bawah 2 tahun.

Singkat cerita, akhirnya kami menemukan dokter kandungan perempuan di RS lain yang menurut suatu forum yang saya baca di internet, pernah menolong VBAC dengan jarak kelahiran 17 bulan. Mulailah kami konsultasi ke dokter tersebut, sebut saja namanya Dokter N. Dokter ini orangnya cukup detil dan semua kemungkinan diperiksa oleh dia. Luka caesar saya sudah bagus waktu itu katanya. Kemudian saya menceritakan riwayat caesar saya dan rencana saya untuk VBAC, dan beliau berkata tidak apa-apa untuk VBAC karena harusnya sudah aman. Berdasarkan statement itu, kami memutuskan untuk kontrol rutin ke Dokter N saja. Selama kontrol kehamilan pun, hal-hal seperti jumlah Hb, gula darah, tekanan darah,dan notching pun dipantau untuk mencegah terulangnya pre-eklampsia. Dari USG, HPL jatuh pada tanggal 9 November 2016.

Selama kehamilan yang kedua ini, saya merasa lebih menikmati. Masa mual muntah hanya berlangsung sampai kira-kira minggu ke 12. Sambil mengurus Diel, saya menjalani masa-masa kehamilan ini. Mungkin di sini keuntungannya. Karena sambil mengurus anak balita, jadi mau ga mau saya akan banyak bergerak. Lari kesana-sini mengejar-ngejar Diel, memandikan dengan duduk jongkok, serta mengajaknya jalan-jalan keluar rumah. Bengkak di kaki dan tangan tidak saya alami sama sekali di kehamilan kedua ini, buktinya cincin kawin saya masih cukup dipakai sampai kepada hari lahiran, hehe. Bahkan di kehamilan kedua ini, saat hamil 7 bulan, saya bisa mengikuti les mengemudi dan pergi misi ke pulau Bangka. Saya juga mengikuti kelas senam hamil di RS. Disana diajarkan teknik bernapas dan mengejan dengan benar.

Saya pernah mendapat mimpi untuk lahiran anak kedua ini. Waktu itu saya berdoa sama Tuhan, Tuhan saya ingin mimpi yang menyenangkan. Ceritanya saya baru lahiran dan saya sedang memakaikan bandana kepada seorang bayi perempuan, tapi di mimpi itu saya lupa proses melahirkannya bagaimana. Kemudian saya tanya papa saya, dan beliau menjawab lahirannya normal. Bangun dari mimpi itu, saya merasa bahagia sekali rasanya, karena sepertinya Tuhan menjawab doa kecil saya.

Mimpi kedua, agak konyol menurut saya. Nggak tau juga kenapa saya bisa mimpi seperti ini. Jadi ceritanya saya lagi di ruang bersalin, tetapi bersama Diel. Saat itu mau melahirkan ceritanya, tetapi yang ngeden itu Diel, persis seperti dia mau pup. Kemudian entah darimana bayinya lahir dan besarnya sama dengan Diel. Hahaha. Mimpi yang aneh.

Mazmur 21:3

Apa yang menjadi keinginan hatinya telah Kaukaruniakan kepadanya, dan permintaan bibirnya tidak Kautolak.

Satu ayat yang saya dapatkan dari Tuhan bahwa Ia akan mengabulkan harapan saya. Entah kenapa saya merasa ayat ini untuk peneguhan bahwa saya bisa untuk melakukan VBAC. Saya merasa damai sekali dan pengharapan saya menjadi teguh.

Minggu 36 kehamilan, 12 Okt 2016

Pada saat kami cek ke dokter, ternyata dari USG terdapat 1 lilitan tali pusat.

Minggu 37 Kehamilan, 19 Okt 2016

Di minggu 37 akan dilakukan USG Vaginal untuk melihat ketebalan mulut rahim dan luka SC, dan menurut dokter N, saya masih bisa melakukan VBAC kalau liat ketebalan rahimnya. Dan lilitan tali pusat masih ada disana.

Minggu 38 Kehamilan, 26 Okt 2016

Saya belum merasakan kontraksi. Lilitan tali pusat masih ada. Perkiraan berat bayi sudah 3.1 kg. Dokter N pun memberikan pilihan, mau dijadwalkan untuk operasi caesar atau menunggu. Saya dengan mantap bilang untuk menunggu. Dokter bilang, kemungkinan belum ada kontraksi asli karena ada lilitan tali pusat itu, tapi entah kenapa saya tenang saja mendengarkan dia berbicara seperti itu. Ya tapi di situ, saya mulai sedikit ragu sih ini dokter niat ga ya menolong saya untuk VBAC, hoho..

29 Oktober 2016

Kira-kira pukul 12 atau 13 siang saya merasa tekanan ke bawah di perut saya makin besar. Perut saya jadi sering kontraksi tetapi saya belum merasa mulas, cuma kencang-kencang di perut saja. Saat itu saya lagi di rumah saudara di Cakung. Waktu itu saya sampai nanya RS atau bidan terdekat in case saya lahiran di sana. Frekuensi pipis jadi makin sering. Saya ga tau juga ya apa karena pengaruh hujan + cuaca dingin + AC makanya jadi pengen pipis terus, atau udah terjadi lightening (bayi jatuh). Tapi perut bagian atas sudah terasa agak kosong.

30 Oktober 2016

Kontraksi itu datang lagi sekitar jam 9 pagi. Yak, perut saya makin sering kontraksinya, tapi belum mulas2 amat, cuma kadang terasa ga nyaman juga kencang-kencang seperti itu.

31 Oktober 2016

Mama saya sudah standby di rumah di Depok untuk menemani lahiran dan mengurus Diel. Mulai siang kira-kira pukul 12, kontraksi makin terasa sering dan sudah disertai sedikit mulas. Okay, kemudian saya hitung kontraksinya pakai aplikasi di hp, dan ternyata sudah early stage. Rata-rata sudah 10 menit sekali. Di situ saya masih bisa ketawa-ketiwi sama mama saya dan bercanda sama Diel. Masih bisa masak tahu telor tek khas Surabaya dan makan dengan enak.

Mama bercanda, “Wah jangan2 bentar lagi lahiran kak haha.”

“Ya liat aja nanti ma haha.”

Mana waktu itu ada salah seorang kawan yang mengucapkan “Selamat ya jul udah lahiran,” karena melihat picture WA saya bersama foto Diel usia sebulan. Haha

“Jangan-jangan itu nubuatan…” kata Mama.

1 November 2016, kira-kira pukul 00.00

Saya tidak bisa tidur sekarang karena mulasnya makin terasa. Entah karena excited atau karena tegang. Saya tungguin aja mulasnya, masih 10 menit sekali, dan nyerinya mulai terasa, tapi saya masih bisa tahan. Saya pun membangunkan suami saya, dan dia pun ikut ga bisa tidur. Saya mencoba untuk tidur tetapi tidak bisa.

Akhirnya pukul 03.30 pagi kami memutuskan untuk pergi ke RS. Saya dan suami pun pergi dan Diel masih tertidur. Saya minta tolong mama saya untuk menjaga Diel. Saya berjalan sudah agak terseok-seok karena mulas waktu itu, tetapi masih bisa berjalan dan mengarahkan parkir mobil, hehe.

Pukul 05.00

Saya masuk ke ruang bersalin RS dan kemudian dicek pembukaan. Sudah pembukaan 3 ternyata. Wah senang sekali rasanya sudah ada pembukaan. Kemudian tekanan darah saya dicek, dan uh oh ternyata tinggi lagi, 150/100. Wew ada apa lagi ini? Apakah karena tidak tidur kah? Bidan pun menyarankan supaya saya tidur kalau bisa tidur supaya tekanan darah bisa normal lagi. Memang sih ada riwayat tensi tinggi dari ayah saya, jadi mungkin tekanan darah tinggi karena ga tidur.

Kemudian darah dan urin saya dicek untuk melihat apakah ada pre-eklampsia lagi atau tidak. Ternyata kandungan protein di urin negatif. Puji Tuhan, bukan pre-eklampsia lagi.

CTG pun dilakukan dan kondisi bayi baik-baik saja.

Pukul 08.00 – 09.00

Sambil menunggu di ruang bersalin, saya mencoba untuk tidur, tetapi hanya bisa tidur-tidur ayam saja. Suami saya menemani di samping sambil menyetel lagu penyembahan dari youtube dan membacakan Mazmur kepada saya.

“…. Dan janganlah berharap kepada manusia yang akan mati…”

Kira-kira seperti itulah bunyinya. Ayat Mazmur yang dibacakan suami saya tiba-tiba berbicara di dalam hati saya, tepatnya di Maz 146:3. Apa maksudnya Tuhan? Apakah yang akan saya hadapi nanti?

Tiba-tiba ada semacam benturan di dalam perut saya. Tidak lama setelah itu, saya merasa ada rembesan air keluar. Wah sepertinya pecah ketuban nih.. Saya menekan bel untuk memanggil bidan, dan setelah dicek ternyata memang air ketuban beserta lendir darah yang keluar. Kemudian pembukaan dicek lagi, masih pembukaan 3 ke 4. Oke, saya jujur gatau harus senang atau panik. Dari cerita-cerita yang saya tahu sih kalau sudah pecah ketuban, artinya sebentar lagi bayi harus segera dilahirkan, ga bisa lama-lama.

Sebenarnya saya inginnya jalan-jalan supaya mempercepat proses persalinan, tetapi karena ketuban sudah pecah, saya dilarang terlalu banyak gerak, takut tambah banyak air ketubannya keluar, kata bidannya seperti itu. Mulai saat ini, bidan yang bertugas adalah Bidan J. Akhirnya saya lanjut tiduran, sambil menunggu. Suami saya tetap membacakan Mazmur. Saya juga tidak tahu menunggu apa, yang jelas sih menunggu Dokter N datang. Tetapi saya harus menyiapkan tenaga untuk menunggu sesuatu yang lain.

Pukul 10.00 (ini jam terakhir yang saya ingat sebelum persalinan)

“Wah tensinya kok naik lagi..”

Dokter N pun datang sambil tersenyum. Dia melakukan USG dan kondisi bayi baik-baik. Air ketuban masih cukup dan detak jantung bayi ok. Pembukaan udah 4, bagus deh udah ada kemajuan. Kemudian dia menyampaikan hasil lab dari darah saya. Memang tidak terjadi pre-eklampsia berulang, tetapi ternyata kandungan leukosit dalam darah saya tinggi, dan kandungan CRP (C Reactive Protein) juga tinggi. Kemungkinan ada infeksi dan kemungkinan hal ini jugalah yang menyebabkan tekanan darah saya tinggi.

Dokter N adalah orang yang lembut dan menjelaskan semuanya dengan detail.

“Jadi Bu, karena kondisinya seperti ini, ibu kan ada riwayat caesar dan kami ga bisa memajukan proses persalinan dengan induksi, karena ada resiko robek rahim kalau sebelumnya pernah caesar. Jadi opsi yang bisa saya lakukan adalah melakukan sectio caesaria untuk melahirkan bayinya.”

“Iya ini juga mulesnya kayak tiba-tiba hilang ya bu?” Bidan J menimpali.

Kami cuma bisa diam.

“Ga bisa menunggu ini dok?”

“Hmm sebenernya gini sih bu, jangan sampai terjadi apa-apa dulu baru diambil tindakan. Ini ada kemungkinan infeksi bayi, jadi sebisa mungkin bayinya harus cepat dilahirkan.”

Wah apa lagi ini? Ada ya istilah infeksi bayi? Masa harus caesar lagi, Tuhan?

Kemudian karena belum ada keputusan dari kami, dokter N pergi. Saya dan suami bertatapan. Sepertinya hampir pupus harapan saya untuk melahirkan Efata dengan persalinan normal.

“Gimana ma? Kalau dari hati mama sendiri bagaimana? Kalau keyakinan mama sendiri gimana?” tanya suami saya.

….

“Tuhan, kalau aku caesar lagi kali ini gimana Tuhan?” tanya saya dalam hati.

Ga ada jawaban. Sepi. Senyap. Tuhan gimana ini???

Akhirnya saya memberanikan diri bilang, “Yaudah pa, kita tetep tunggu aja ya, kita tetep selesaikan ini sampai akhir.”

Sambil mengelus perut, saya bilang, “Ata, ayo kita selesaikan sama-sama sampai akhir ya Nak”

Dokter N datang lagi menanyakan keputusan.

“Dok ini beneran ga bisa nunggu ya dok?”

“Ya mau ditunggu sampai gimana bu? Yaudah ya bu ini sedang kami siapkan peralatan dan kamar operasinya. Jadi sectio caesaria itu bla bla blaa……..”

Saya udah ga denger lagi. Saya udah tahu caesar dan mengalaminya. Sementara itu, sakit di perut saya makin kuat.

“Dok sini dok, ada yang mau lahiran…!!!” Suara dari bilik sebelah saya. Dokter N akhirnya pergi membantu ibu yang mau lahiran di sebelah saya. Tiba- tiba perut saya sakiit banget. Semua bidan dan tenaga medis pergi meninggalkan kami dan membantu proses lahiran di sebelah saya. Heboh sekali.

Saya cuma bisa menarik tiang infus menahan sakit. Oh Tuhan, kok jadi sakit banget yaaa…

Selesai ibu sebelah lahiran, kemudian ada suster S yang mendatangi kami. Saat itu mulas sudah agak tak tertahankan, setiap mulas datang, saya pasti menarik tiang infus kuat-kuat dan meremas tangan suami saya kuat-kuat.

“Pak gimana jadi mau dilakukan operasi atau tidak?”

Suami saya diam, “Sebenernya masih mau dirundingkan dulu sih.”

“Oh yaudah, kalau gitu, dokter N ada tindakan di RS lain, harusnya ibu dijadwalkan jam 12, gimana bu?”

Saya terdiam.

“Yaudah ke RS lain dulu aja mbak” saya bilang.

“Oke kalau gitu, saya kasih surat penolakan operasi caesar ya pak, kalau ada apa-apa terjadi, kami sebagai pihak RS gamau tanggung jawab, itu tanggung jawab keluarga dan pasien.” Suster S bilang dengan agak ketus. Hmmm…

“Oke oke tandatangan aja…” saya bilang, “tapi tapi bayi saya masi dipantau detak jantungnya kan? Masi bisa di CTG kan?”

Di situ saya mulai panik. Mulas di perut makin intens dan kuat. Tuhan, kenapa ini? Banyak tekanan sekali. Sambil suami tandatangan, saya mulas lagi menarik tiang infus.

“Pa yaudah kita kasih deadline aja, kalau sampai jam 13.00 belum lahiran, yaudah pa aku operasi aja.” Saya berkata pada suami dengan memelas dan agak hopeless.

Kemudian kami menunggu. Mulas pun datang lagi. Kali ini sakit sekali.

Tiba-tiba Bidan J datang dan mengecek pembukaan. “Oh udah 5 bu…” Okay pembukaan 5 ternyata. Suster S pun datang dan bilang, “iya bu kalau udah 5 atas udah sakit banget.” Oke oke saya ngerti.

Kemudian alat CTG dipasang lagi. Jujur saat itu saya merasa kurang gerakan dari Ata. Sambil mulas dan harap2 cemas saya berharap hasil CTG bagus.

Perut saya tiba-tiba sakit lagi. Suster S yang memasang karet di perut saya. “Mbak mbak ini kekencengan ga ya?”

“Ini karet bu, itu sakitnya sakit mulas.” Suster S menjawab dengan ketus. Duh ya opo, orang mau lahiran ini kok galak-galak amat sih.

Puji Tuhan, detak jantung bayi masih oke.

Mulas makin heboh. Setiap mulas sekarang sudah mulai ada sensasi ngeden. Tapi saya ingat di senam hamil, kalau belum pembukaan 10, ga boleh ngeden dulu, tarik nafas panjang, buang nafas. Wah saya ga bisa nafas panjang2, suakit banget. Jadi saya nafas hah huh hah huh udah kayak serigala kelaparan. Suami sayalah yang melihat dengan mata kepalanya sendiri semua kesakitan dan keanehan saya waktu mulas2 itu. Beberapa kali saya failed, kelepasan buat ngeden. Kalau ga lagi nafas, saya pasti teriak atau kelepasan ngeden. Tapi suami saya terus bilang, “Tarik nafas ma, Ata butuh oksigen ma..”

“Gimana kalau tiba-tiba kamu udah capek mules2 gini, ujung2nya harus operasi? Di mana pertolongan Tuhan?” Tiba-tiba datang intimidasi. Saya merasa saat itu udah berada dalam lembah yang gelap. “Iya, dimana ya Tuhan?”

…..

“Udah 8 ya bu..” Bidan J mengecek pembukaan.

Tiba-tiba harapan saya timbul. Saya jadi semangat lagi.

“Ayo ma, tinggal dua lagi ma..” Saya mengangguk.

“Minum pa minum…” Saya minum air ketika lagi ga mules.

Kemudian rasa sakitnya datang lagi. Ibaratnya sakitnya seperti sebuah gunung, makin lama makin sakit sampai ke puncaknya terus mereda lagi. Kamu tau saatnya ketika akan mencapai puncak, jadi kamu mempersiapkan segala sesuatu sebelum puncak itu datang. Saya pun menarik tiang infus. Earrrgghhh…. Jadilah saya dan suami berebutan tiang infus.

“Oke bu udah 9 ya….” Wah cepat juga..

Bidan J mulai menemani kami sejak waktu itu.

“Ibu ga lagi mules ini ya sekarang? Kita belajar ngedennya ya bu..”

What? Masih sempat2nya…

“Saya udah pernah belajar di senam hamil mbak.”

“Iya gapapa kita latihan lagi ya.. Wah ini cepet berkat doa ibunya ya..”

Saat lagi ga mules saya belajar ngeden. Jadi posisi ngangkang, tangan menjepit ujung paha.

“Coba ibu ngeden. Ngedennya di perut ya bu. Matanya ngeliat ke perut, jangan ditutup matanya.”

“Kalau capek, nafas hah-huh-hah-huh, dari mulut ya bu”

Jadilah kami latihan ngeden.

Lalu tirai disibakkan. Dokter N datang sambil tersenyum, “Wah ternyata cepet ya majunya. Yaudah kita siap-siap buat lahiran ya…”

Kemudian beberapa tetes obat induksi ditambahkan ke infus saya untuk mempercepat bukaan.

Suster S dan Bidan J pun sibuk mempersiapkan peralatan untuk lahiran. Saya pun mengambil posisi siap-siap untuk ngeden.

“Bu, ini saya robek ya…” (episiotomy)

“Iya iya dok!” Senang sekali rasanya karena sebentar waktunya untuk ngeden. Saya dari tadi udah ga tahan pengen ngeden banget.

“Ya udah bukaan lengkap ya…”

“Ini udah boleh ngeden belum?” saya bertanya dengan nada tinggi.

“Sebentar.. sebentar bu! Yak, kalau mulesnya dateng, ngeden ya bu, kayak BAB keras bu!”

Oke saya pun mengumpulkan segenap tenaga. Kemudian saya pun naik gunung (mulai sakit kontraksi) dan ngedeeeen…

“Bu matanya jangan ditutup, liat perutnya bu…”

Belum keluar, saya pun mengambil nafas seperti anjing, huh-hah-huh-hah.

Sekali lagi ngeden. Di otak saya cuma ada pikiran, “Anak ini HARUS keluar.. HARUS keluar…!”

Saya ngeden lebih keras lagi dan akhirnya EFATA… Lahirlah putri kecil kami…

“EFATA… Puji Tuhan… Terima kasih Tuhan!” Saya terharu sekali, akhirnya Efata kecil keluar dengan selamat.

Menurut cerita suami saya, ketika keluar, lilitan tali pusatnya masih ada. Kemudian Dokter N melepaskan lilitannya dan membawa Ata untuk dibersihkan.

“Bu, ini saya mau lahirkan ari-arinya ya Bu..” Kemudian ada lagi sensasi ngeden tapi yang keluar sepertinya lebih kecil dari yang tadi. Haleluya, ari-arinya sudah keluar juga.

Singkat cerita, Ata pun ditimbang, ternyata beratnya 2,9 kg dengan panjang 47 cm. Ata lahir dengan sehat dan normal pada pukul 12.20. Kemudian dilakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini), Ata diletakkan di dada saya untuk skin to skin contact. Aduh anak ini imut banget, batin saya.

Perjuangan belum selesai. Karena bagian perineum dirobek, saya harus menjalani penjahitan perineum yang ternyata dibiusnya cuma sebagian aja. Untung ada Ata lagi nemplok di dada saya, jadi sakit sakit waktu dijahit bisa agak teralihkan. Sakitnya ya kayak ditusuk jarum aja sih, yah bayangin aja kayak dijahit tapi kulitnya ga dikasih bius. Untung cuma sebentar dijahitnya.

Bagi saya pribadi, cerita VBAC Ata ini bukanlah soal berhasil melahirkan secara normal. Banyak wanita sepertinya merasa lebih berharga ketika melahirkan secara alami, padahal sebenarnya tidak begitu juga. Bagi saya yang penting dari cerita ini adalah bagaimana janji-Nya digenapi, bagaimana Tuhan tidak pernah bohong atas janji-Nya, sekalipun manusia dan keadaan berkata sebaliknya. Kalau dipikir-pikir, siapa gue berani ngelawan dokter, berani tanda tangan surat penolakan operasi, gimana kalau ada apa-apa sama Ata? Kan kita ga bisa melihat dia di dalam perut keadaannya gimana. Saya merasa ketika saya berdoa tanya Tuhan untuk operasi aja, Tuhan seperti diam, seolah-olah Dia bilang, “Kan aku udah bilang, Aku sudah janji, masa kamu ga percaya sama Aku? Aku telah berikan apa yang menjadi keinginan hatimu. Kamu ingin melahirkan normal? Yes sudah Aku berikan!” Wow luar biasa.

Special thanks to my husband, yang suportif menemani dari hamil sampai lahiran sampai mengurus bayi. Jadi ingat, waktu ketuban udah pecah dan saya ga boleh lagi ke WC, suami saya yang membantu saya untuk pipis di pee spot. Suami saya yang sibuk wara-wiri kesana-kemari untuk mengurus ini itu. Dia yang sabar mendengar semua keluhan saya. Dia yang mendampingi, mengambilkan makanan minuman, memberi semangat, dan dia yang membacakan Mazmur waktu menikmati mulas-mulas yang semakin meningkat. Dia yang melihat proses keluarnya Ata dari rahim saya. Karena mulasnya tiba-tiba, dan ga ada keluarga lain saat itu, cuma saya berdua sama suami saya. Mama saya di rumah menjaga Diel. What a romantic moment!

Ketika Tuhan mengingatkan untuk jangan mengandalkan manusia, ternyata benar. Dokter N yang selama ini saya kira akan membantu persalinan normal justru akhir-akhirnya memvonis caesar. Saya ga nyalahin dokternya sih, mungkin memang beresiko untuk lahir normal. Cuma in the end, saya ga punya lagi orang atau manusia untuk diandalkan. Sebenarnya di tanggal 1 November itu, saya sudah janjian konsultasi dengan salah satu bidan gentle birth. Saya sudah bilang akan datang sekitar jam 10 pagi, tetapi gagal karena ternyata sudah lahiran, hehehe. Kok sepertinya Tuhan menghalangi saya untuk bertemu, seolah –olah Dia mau menyakinkan saya bahwa janji-Nya saja sudah lebih dari cukup. Dan itu semua terbukti terjadi.

Agniya Efatasia Dewanto, itulah nama putri kecil kami. Agni artinya api, sedangkan Efata artinya “terbukalah”. Ata lahir di minggu 38 kehamilan saya, tepatnya 39 minggu kurang 1 hari. Hal ini pun sebenarnya pernah saya minta sama Tuhan. “Tuhan kalau bisa lahirannya sebelum 40 minggu ya..” Karena kalau sudah di atas 40 minggu, bayinya akan tambah besar, kemungkinan caesar berulang juga akan semakin besar. Dan pas sekali tanggal 1 November, di AWAL bulan, Tuhan kasih Ata lahir ke dunia.

Segala pujian hanya bagi Tuhan!

Lompatan Iman

Written by Alit Dewanto

Seorang atlet lompat galah dengan sungguh-sungguh melompat melewati rintangan yang ada di depannya. Perjuangannya tidaklah sia-sia karena dia berhasil melewati dan menunggu kesempatan berikutnya untuk melompat lebih tinggi, lebih tinggi, seakan-akan tidak pernah puas dengan lompatan yang ada saat ini. Kalau kaki bisa melompat, maka orang Kristen akan berbicara mengenai lompatan iman.

Spirit perintisan tidak bisa dipisahkan dengan apa yang disebut lompatan iman. Kita berada di dalam masa dimana Tuhan membawa kita untuk melayani hal-hal yang lebih besar dan luar biasa. Ada tenaga, waktu, pikiran, uang, semangat, perhatian yang harus dicurahkan dan diinvestasikan. Ada keputusan demi keputusan yang diambil berdasar kasih kepada Kristus. Lahir anak-anak rohani yang tertanam di berbagai wilayah dan pemimpin-pemimpin baru yang ditahbiskan.

Namun seringkali perintisan tidak lagi menggairahkan, pertambahan jiwa sangat sedikit, ada banyak tantangan dari lingkungan, pekerja yang mudah menyerah, dan anak-anak rohani yang tidak kunjung setia dan hanya sekedar hadir. Ditambah kekurangan finansial dan waktu pun disebut-sebut sebagai penghalang terbesar lainnya.

2 Korintus 4: 11-13 “Sebab kami, yang masih hidup ini, terus menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. Maka demikialah maut juga giat di dalam kamu. Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata.”

Ada sesuatu yang berbeda ketika Paulus memberi diri untuk melayani Kristus. Mereka tanpa henti memberi hidupnya, mengalami bahaya mau sepanjang waktu, hidup seperti terombang-ambing kemana Tuhan hendak membawa mereka. Namun hidup mereka menjadi semakin kuat hari lepas hari. Secara fisik, mereka tidak mempunyai apa-apa, namun kekuatan mereka adalam IMAN. Iman adalah DASAR mereka berharap dan BUKTI pembelaan Tuhan yang sempurna (Ibr 11:1). Sehingga ditengah himpitan-himpitan yang ada, kita perlu terobos dengan IMAN, dengan IMAN, dengan IMAN.

 

Dalam hal finansial pun demikian

Ketika pelayanan ini berkembang, ada satu prinsip yang harus kita pegang, bahwa kita yang harus menyesuaikan diri kita kepada Tuhan, bukan sebaliknya Tuhan yang menyesuaikan dengan kita. Diri kita sangat terbatas, dan kadang-kadang keterbatasan itulah yang membuat terbatasnya juga pekerjaan tangan Tuhan yang harusnya tidak terbatas.

Sangat erat kaitannya dengan masalah finansial. Hampir semua mahasiswa masih bergantung kepada orang tua dalam hal keuangan. Banyak yang jadi ciut hatinya dan tidak yakin bisa memberi untuk pelayanan. Saya pernah mengalami pergumulan seperti itu. Antara mau menabur dengan ketaatan atau mencukupkan diri dengan kebutuhan-kebutuhan. Suatu kali saya ingat betul, pelayanan Sion belum memiliki keuangan yang cukup mapan di awal-awal tahun 2011, dan kemudian kita mau mengadakan HC/ HW beberapa kali. Kebutuhan sangat banyak dan dibuka ladang taburan bagi yang rindu untuk menabur. Saat itu awal bulan dan saya ingat betul jumlah uang di rekening saya 900 ribu rupiah, dan itu untuk satu bulan penuh.

Saya menjadi penuh pertimbangan dalam menabur. Bagaimana dengan uang makan saya? Kan saya sudah kasih perpuluhan dan itu cukup? Bagaimana uang angkot, fotokopi buku, dsb? Namun di saat itu saya ingat betul, kebenaran Firman Tuhan yang benar adalah jangan sampai kita memberi remah-remah kepada Tuhan. Anjing kita kasih remah-remah, masakan Tuhan kita beri remah-remah juga. Dan saat itu saya dengar suara Tuhan, saya tabur 700 ribu dari rekening saya. Tertinggal 200rb di rekening saya untuk kehidupan selama satu bulan, ada damai sejahtera sejati.

 

Saya percaya lebih daripada saya berusaha, TUHAN jauh lebih berusaha untuk menggenapi janji-Nya. Tuhan yang akan gantikan uang tersebut karena saya tabur dengan sungguh-sungguh, Dia tidak akan membiarkan saya berhutang, dan saya benar-benar yakin hidup saya DIJAMIN oleh kekuatan Kristus. Di saat itu, pikiran saya mulai berusaha berpikir untuk menghemat makan menjadi dua kali sehari dan apapun yang bisa dihemat, namun seminggu kemudian saya diundang oleh pemberi beasiswa saya, kalau ada jatah THR bagi para penerima beasiswa dan saat itu juga uangnya cair dan diberikan. Saya sungguh terpesona sekali di masa muda saya, Tuhan menunjukkan bahwa Dia bedaulat atas keuangan saya. Yang saya perlukan hanyalah IMAN, IMAN, IMAN, dan IMAN. Ketika IMAN itu berbicara, segala sesuatu akan tunduk.

Waktu kali pertama mengadakan HC di depok, kita kekurangan dana 7 juta lebih. Saat itu saya ingat berdoa “Tuhan kalau Engkau berikan saya 7 juta bulan ini, saya akan langsung berikan untuk HC”. Dan tepat sekali saya berdoa, Tuhan jawab bulan itu 7 juta diberikan kepada saya sebagai bonus dari kantor dimana saya bekerja, dengan jumlah yang tepat.

Ada banyak godaan untuk tidak beriman, ada banyak godaan untuk kita tidak menabur namun Firman Tuhan kekal. Ketika mempersiapkan pernikahan bersama dengan isteri saya, kami memegang prinsip Tuhan yang pertama. Jadi begitu dapat gaji, yang pertama kami berikan ialah perpuluhan dan uang taburan, kemudian sisanya baru untuk kehidupan keluarga, penghidupan sehari-hari, dan tabungan pernikahan.

 

Sejak dini dan awal sekali…

Rekan-rekan sekalian, jika engkau saat ini merasa kurang uang untuk penghidupmu, tabur uangmu untuk melayani Tuhan. Jika engkau sangat berlebih uangmu, tabur lebih untuk uang. Kamu melihat dirimu bisa makan 3 kali sehari dengan sehat, namun dengan mata yang sama kamu membiarkan rumah Tuhan terbengkelai karena sedikit yang mengorbankan diri. Harusnya tidak demikian bukan? Hiduplah dengan sederhana dan cukupkanlah yang ada. Adik-adik yang masih muda tidaklah terlalu muda untuk melayani, memberi persembahan untuk rumah Tuhan, untuk menjangkau dan melahirkah keturunan-keturunan rohani.

Suatu kali, ketika saya sudah bekerja, saya mengalami pergumulan dalam hal keuangan. Saya tahu dengan persis bahwa uang yang tertinggal dalam rekening sudah tidak cukup untuk penghidupan saya. Saya sudah bekerja, tidak mungkin saya minta-minta sama orang tua saya. Meminjam pun segan. Dan pelayanan sedang membutuhkan banyak dana operasional. Saya terduduk dalam kamar saya dan merenung, apalagi saat itu saya sedang dalam masa-masa persiapan pernikahan. Mungkin itu adalah titik dimana saya bergumul hebat dalam perkara ini. Namun di saat seperti itu, ketika saya berdoa dan berada dalam hadirat Tuhan yang kudus, urapan-Nya begitu mengalir dan berkuasa. Di saat-saat itu, yang saya butuhkan adalah saya bertemu dengan Tuhan dan Firman-Nya dengan teguh menguatkan saya. Saya tersungkur sambil terus merenunginya.

Mazmur 23: 1 Tuhan adalah gembalaku, tidak akan kekurangan aku

Mazmur 23: 4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku

Mazmur 23: 5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah

YA YA YA, Dia sungguh setia, teramat setia, dan sangat amat setia. Firman Nya cukup untuk menjadi pegangan bahwa kita TERJAMIN.

 

Sakit bersalin dan terus sakit bersalin.. 

Nah saya mengajak semua mengerjakan hal yang sama bahkan lebih. Tidak cukup satu dua orang yang panas namun yang lain suam-suam kuku. Tuhan ingin menggerakkan kita semua untuk menjadi satu tim yang kokoh, memiliki nilai dan prinsip yang kuat, dan mengerjakan kegerakan rohani ini dalam satu haluan.

Awal tahun ini selain sion depok dan cawang, dirintis juga sion bekasi, sion bintaro, sion grogol, dan juga sion semanggi. Banyak dana yang dikeluarkan, banyak tenaga dan pikiran dicurahkan untuk memuridkan. Saya dan isteri tetap berusaha untuk mengerjakan yang terbaik dengan apa yang sudah Tuhan percayakan. Namun tetap peliharalah rasa “SAYA TIDAK AKAN PERNAH PUAS” karena apa yang kita kerjakan belum SEBERAPA. Dibandingkan dengan Rasul Paulus, Petrus, dan lainnya, yang kita lakukan masihlah belum seberapa.

Siapa yang mau beriman? MELOMPATLAH!

KATAKAN BERSAMA-SAMA: Iman saya mau melompat sejauh yang Tuhan kehendaki. Saya mau melompat sampai batas-batas yang sudah tidak bisa dirasakan oleh tubuh saya sendiri. Dan sejauh itulah kemah saya dikembangkan, keturunan saya tinggal tetap, dan itulah akhir hidup saya.

 

Generasi perkasa dilahirkan dari angkatan ini,

Alit Dewanto

Our Wedding Vow

ucapjanji

Alit Dewanto (mempelai pria):

Saya Alit Dewanto mengambil engkau Juliana Amytianty Kombaitan sebagai istri saya. Dihadapan Tuhan, hambaNya dan seluruh jemaat saya berjanji, dengan kasih karunia Tuhan, akan mengasihimu, menyayangimu, melindungimu, dan menjagamu seperti apa yang telah Kristus lakukan kepada jemaat, dalam segala sesuatu dan keadaan, sampai Kristus datang untuk yang kedua kalinya. Sebagai tanda janji saya, saya sematkan cincin ini di jari manismu.

Juliana Amytianty Kombaitan (mempelai wanita):

Saya Juliana Amytianty Kombaitan menerima engkau Alit Dewanto sebagai suami saya.Dihadapan Tuhan, hambaNya dan seluruh jemaat saya berjanji, dengan kasih karunia Tuhan, akan tunduk kepadamu, menghormatimu, mempercayaimu, dan menolongmu dalam segala sesuatu dan keadaan sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, sampai Kristus datang untuk yang kedua kalinya. Sebagai tanda janji saya, saya sematkan cincin ini di jari manismu.

Finally, I’m Married! Yay!

Akhirnya status saya sekarang sudah tidak single lagi. Sekarang saya sudah menikah. Menikah. Jadi inilah inti dari tulisan ini :D

Banyak sekali hal-hal yang saya lalui bersama calon suami saya. Banyak pembentukan dan kasih karunia yang Tuhan kerjakan dalam hidup saya, mulai dari si dia maju (nembak) ke saya, sampai akhirnya kami jadian, lalu memasuki masa pranikah, kemudian merencanakan untuk menikah dan bertemu keluarga, tunangan, kemudian menikah. Kalau diceritakan semua, bisa jadi panjang dan memakan beberapa page :p Intinya, saya bersyukur sekali dan semakin hari merasa makin diteguhkan dengan pilihan Tuhan buat hidup saya.

Namun saya, eh.. kami sadar sih kalau ini bukan akhir dari perjalanan petualangan kami. Marriage is not finish line. Saya tahu apa yang diceritakan di film-film mengenai happily ever after yang ending ceritanya adalah pada saat pemeran cowok dan ceweknya menikah itu tidak sepenuhnya benar, karena pernikahan membutuhkan kerja keras, tidak serta merta jadi happy terus sampai akhir hidupnya. Jadi kami sama-sama berusaha untuk menciptakan kehidupan pernikahan yang bahagia sesuai dengan Firman Tuhan, tentunya dengan kasih karunia Tuhan, seperti janji yang kami ucapkan pada saat pemberkatan pernikahan kami ;)

Juliana-Alit
Di post ini, kami mau membagikan beberapa hal yang Tuhan ajarkan sama kami selama masa pranikah dan kehidupan setelah pernikahan (walau baru sebulan menikah).. I’m sure that these are very precious to share, especially to our next generation..

HOLINESS

Ketika kami berkomitmen untuk menjalani hubungan pranikah (jadian), ya pasti senang banget dong haha. Kami jadian pada bulan Juni 2012. Akhirnya dia mendengar dari mulut saya kalau saya menjawab “iya” untuk pernyataannya. Yah pada intinya, we was committed to pre-marriage relationship. Rasanya senang sekali, saudara-saudara, seolah-olah ada bunga-bunga di dalam hati dan pikiran ini seolah-olah ditarik oleh magnet besar yang namanya si dia, hehe. Namun ada satu hal yang saya sadari waktu itu. Jika saya benar-benar menghormati hubungan ini sampai ke pernikahan, saya dan dia harus menjaga kekudusan. Terlebih dari itu, jika kami berkata kami menghormati Tuhan, kami harus menjaga kekudusan kami sebelum pernikahan. Saya tahu bahayanya ketika kami berkompromi dengan perasaan-perasaan, mulai tidak kudus dengan banyak bersentuhan, dan pada akhirnya jatuh ke dalam hubungan sebelum pernikahan.

Jadi kami bersepakat untuk not to touch each other, kecuali salaman atau salim pada saat bertemu, hehehe.. Jadi selama menjalani masa pranikah, kami komit untuk menjaga tubuh kami masing-masing dan pasangan dengan tidak bersentuhan lebih banyak dari salaman. Hmm oke, ini memang sangat tidak lazim untuk generasi modern jaman sekarang, dimana banyak anak muda yang pacaran dengan tidak terkontrol. Awal-awalnya, dengan perasaan yang membunga dan menggebu-gebu, sejujurnya agak berat bagi kami, karena jujur di dalam pikiran saya ada keinginan untuk bersentuhan dengan calon pasangan hidup saya. Dan tidak hanya itu, kami juga menceritakan value yang kami pegang kepada teman-teman kami, ada juga tanggapan yang biasa dan bahkan memandang aneh apa yang kami lakukan. Wah tantangannya banyak, baik dari dalam diri kami sendiri, maupun dari luar. Namun, kami saling menguatkan satu sama lain, percaya kalau apa yang kami lakukan ini benar, berusaha menutup semua celah untuk ketidakkudusan.

Tantangan banyak juga datang dari diri kami pribadi. Pernah pada suatu kali, dalam suatu perjalanan, saya dan dia duduk bersebelahan. Dalam pikiran saya, saya pengen menyandarkan kepala saya di bahunya, sekali-kali deh Tuhan, hehe, tetapi setelah itu malah jadi perang batin. Holy Spirit reminded me to keep the holiness, tapi Tuhan sekali aja gapapa kan. Sampai akhirnya saya jadi menyandarkan sedikit kepala saya ke badannya, sementara dia tidur. Dan disitu makin menjadi perang di dalam batin saya, sampai saya akhirnya menangis (diam-diam). Tetapi setelah kami tiba di tempat tujuan, kemudian pada suatu pembicaraan di BBM, saya mengaku sama dia tentang pengalaman saya di perjalanan tadi, saya minta ampun sama Tuhan, dan rekonsiliasi. Selain itu, pernah juga saya salah paham dengan dia. Di suatu perjalanan lainnya, kami duduk di travel yang lumayan kosong, dan ada 3 seat yang bisa kami pakai. Saya duduk duluan di pinggir, kemudian dia mengambil tempat di ujung satunya, sehingga menyisakan satu tempat kosong di tengah. Entah kenapa, itu membuat saya agak tertolak sebenernya dan membuat hati pedih, hehehe.. Tetapi, setelah diceritakan olehnya, saya jadi sadar, kalau itu adalah langkahnya untuk menjaga supaya dia tidak bertingkah aneh-aneh. Di lain kesempatan, Mas Alit pun mengalami hal-hal yang sama, dimana dia pernah ingin mencium saya pada saat perpisahan di travel, tetapi ga jadi. Dia mengakuinya pada saat kami sudah berpisah ke tempat masing-masing.

Bahkan foto prewedding kami pun bercerita soal komitmen kami. Kami komit untuk tidak berpose terlalu mesra untuk prewedding, karena ya itu pre kan? Sebelum-menikah. Artinya ya hak-hak keintiman itu boleh kami dapatkan ya setelah menikah. Kami agak sedikit ‘mengatur’ fotografernya untuk tidak mengarahkan ke pose yang berlebihan hehe. Pada saat sebelum pemberkatan pun, di hari H, ada waktu untuk kami foto-foto berdua dulu sebelum kebaktian. Fotografer kami mengarahkan saya untuk menggandeng tangan Mas Alit, namun kami kompak menolaknya dengan halus, karena kami belum resmi suami-istri, dan fotografernya menerima keputusan kami. Hehehe. Mas Alit akhirnya bilang, bahkan sampai akhir pun, kami tetap mau jaga value kami, sampai akhirnya kami resmi jadi suami-istri. Hehe how sweet ya suami saya :)

Sukacita keintiman adalah upah dari komitmen. Itu adalah statement yang pernah saya baca dari sebuah buku rohani tentang relationship. Dan itu benar, apalagi setelah kami menjalani pernikahan.

Masyarakat sekarang beranggapan, ooh bulan madu yang bahagia itu harus ke tempat yang jauh dan bagus, seperti Bali atau Singapore. Namun kami sendiri membuktikan, ga harus seperti itu kok. Yang penting itu bukan tempat atau mahalnya rencana bulan madu itu, tetapi ketika kami menikmati keberadaan satu sama lain :) Bulan madu kami anggap sebagai tempat kami lebih mengenal pasangan. Kami memesan kamar hotel untuk beberapa hari di Bandung, ga jauh-jauh kok hehe, dan hotel tersebut punya fasilitas yang cukup oke untuk bulan madu. Ada beberapa rencana kegiatan di dalam pikiran saya, namun ternyata hal-hal tersebut ga jadi dilakukan, karena kami sudah cukup senang dengan keberadaan masing-masing, tidak ditambah-tambah dengan kegiatan lain. Bahkan kami berdua jarang keluar kamar ketika kami berlibur di situ. Lalu Tuhan ingatkan kami, wah sukacitanya sangat berlipat-lipat-lipat-lipat ketika kami jaga kekudusan dan menutup celah dosa sebelum kami menikah. Ketika menikah, itu menjadi sebuah surprise yang sangat luar biasa. Thank You, Lord!

Jadi, kami mau bilang ke next generation, bahwa ikut apa kata Tuhan itu akan mendatangkan sukacita. Melakukan hal yang sebelum waktunya tidak akan mendatangkan damai sejahtera. Ketika Tuhan menjadi Tuhan dalam hidup kita, segala sesuatu akan berada pada tempat yang seharusnya, dan ada sukacita berlimpah yang Tuhan mau kasih ke dalam kehidupan kita ;)

45440_10200335773188780_1230100392_n

MARRIAGE PREPARATION

Saya ingat, pada bulan Maret 2013, Mas Alit mengatakan waktu yang dia pikirkan untuk pernikahan kami. Februari 2014. Saya menerimanya dengan hati yang senang dan tunduk (hehe). Setelah itu, dia datang ke rumah untuk bertemu orang tua saya dan menyatakan keseriusannya untuk menikahi saya :) :) :) Jadi kira-kira persiapan pernikahan memakan waktu kurang dari setahun.

Ada banyak juga pembentukan karakter dan iman yang Tuhan kerjakan dalam persiapan pernikahan ini. Ada satu value tentang keuangan yang kami pegang, yaitu cukupkan dirimu dengan apa yang ada atau dengan kata lain kami berkomitmen untuk tidak berhutang sana-sini. Yah kami tahu biaya pernikahan itu tidak sedikit dan kami memutuskan untuk menabung. Setiap menerima uang, kami menabung ke satu rekening untuk persiapan pernikahan kami. Kami berprinsip, tidak perlu pesta yang mewah dan mengundang hampir ribuan orang, walaupun kalau ditotal, teman-teman kami bisa sampai ribuan, hehehe. Cukup resepsi yang sederhana saja dan tidak perlu mencari perkenanan manusia. Justru yang lebih penting adalah kehidupan setelah pernikahan, kecukupan untuk kebutuhan sehari-hari, tempat bernaung, dan sebagainya. Jadi kami mendobrak pemikiran-pemikiran selama ini yang mengatakan kalau menikah harus di gedung mewah dan mengundang ribuan orang. Pemberkatan dan resepsi kami diadakan di sebuah restoran di Dago, Bandung yang berkapasitas maksimal 700 orang. Kami tidak memakai adat-adat yang benar-benar adat, jadi dari dekorasi sampai kostum pun sederhana saja. Berkaitan dengan tata cara, puji Tuhan, keluarga dari masing-masing kami tidak terlalu banyak keinginan dan lembut untuk menerima apa yang kami rancangkan.

Namun walaupun begitu, tetap saja pada saat dua bulan sebelum hari H, kami merasa tabungan kami belum cukup. Kami terus berdoa dan saling menguatkan iman satu sama lain supaya tetap percaya sama Tuhan kalau Dia bakal sediakan uang buat kami :’) Ada kejadian yang luar biasa, satu bulan sebelumnya, acara tunangan  diselenggarakan. Semula, tanpa berkonsultasi dengan keluarga, kami membuat anggaran untuk lamaran dengan pemikiran kami sendiri. Singkat cerita, setelah konsultasi dengan keluarga Mas Alit, dana yang dibutuhkan menjadi 9-10 kali lipat. Weew, uang darimana??? Kami jujur sempat bingung, karena biaya-biaya tersebut kami yang menanggungnya, tapi kami taat saja dengan keluarga. Namun Tuhan itu memang setia, keluarga saya di luar kota datang ke acara lamaran, dan memberikan pas sesuai dengan jumlah kurangnya anggaran pernikahan kami karena membengkaknya dana lamaran. Wowww dahsyat Tuhan! Bahkan kami bisa menabur buat pelayanan di masa-masa kami butuh duit itu. Selain itu pas sekali, papa saya mendapat pekerjaan pada bulan November 2013 dengan gaji di atas rata-rata, sehingga papa mama bisa membantu kami dalam mengurus pernikahan. Kami sangat sangat terbantu dengan papa dan mama. Tepat sekali memang pertolongan Tuhan!

Banyak sekali yang saya mau ceritakan di masa-masa persiapan pernikahan, dimana banyak sekali kemurahan dan ketepatan Tuhan. Kami berdoa juga buat cuaca supaya tidak hujan pada saat kami menikah. Kami menikah pada tanggal 23 Februari 2014. Pada tanggal 20-22 Feb, Bandung terus diguyur hujan. Saya sempat pesimis sebenernya, tetapi terus berdoa sama Tuhan. Ajaibnya, di tanggal 23 Feb itu pagi-pagi sebelum pemberkatan itu memang gerimis sedikit, tetapi habis itu berhenti sampai malam. Alhasil, cuaca pada saat acara kami itu tidak hujan, tetapi tidak panas juga, adem gitu deh, sehingga kami dan para tamu pun merasa nyaman. Ajaibnya, besoknya tanggal 24 dst hujan mengguyur Bandung kembali. Hahaha..

Our Pose

Kami mau berkata, kami adalah saksi hidup yang melihat Tuhan sendiri setia dalam kehidupan kami. Semoga pengalaman kami ini memberkati dan menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Be blessed :)

Aku akan mendirikan bagi mereka suatu taman kebahagiaan, sehingga di tanah itu tidak seorangpun akan mati kelaparan dan mereka tidak lagi menanggung noda yang ditimbulkan bangsa-bangsa. Yehezkiel 34:29

-this is God’s promise for our marriage

1

Surprise! Gantengnya suamiku :3

Never Ready Faith (Reblogged)

I have never been ready, Never – Ready Faith by Steven Furtick 

A lot of people weren’t ready in the Bible – Abraham wasn’t ready when God called him, Moses wasn’t ready, the disciples were never ready and they never got it. Even when they got it they still didn’t get it. Each time they were ready they started to doubt because their faith was in their readiness.

Jeremiah 1:4-10 Then the word of the Lord came to me, saying:
“Before I formed you in the womb I knew you; Before you were born I sanctified you; I ordained you a prophet to the nations.” Then said I: “Ah, Lord God!Behold, I cannot speak, for I am a youth.” But the Lord said to me: “Do not say, ‘I am a youth,’ For you shall go to all to whom I send you, and whatever I command you, you shall speak. Do not be afraid of their faces, For I am with you to deliver you,” says the Lord. Then the Lord put forth His hand and touched my mouth, and the Lord said to me: “Behold, I have put My words in your mouth. See, I have this day set you over the nations and over the kingdoms, to root out and to pull down, to destroy and to throw down, to build and to plant.”

  • God always look at the hearts, never the appearance.
  • There’s the time where God shapes you and calls you for something and then there’s the time where you become aware of it and responsive to it.
  • “I am not ready” is just an excuses because you will never been ready.
  • He’s got options and you just have to show up! Present yourself to God.. Here I am.
Mark 8:13-21 And He left them, and getting into the boat again, departed to the other side. Now the disciples had forgotten to take bread, and they did not have more than one loaf with them in the boat. Then He charged them, saying, “Take heed, beware of the leaven of the Pharisees and the leaven of Herod.” And they reasoned among themselves, saying, “It is because we have no bread.” But Jesus, being aware of it, said to them, “Why do you reason because you have no bread? Do you not yet perceive nor understand? Is your heart still hardened? Having eyes, do you not see? And having ears, do you not hear? And do you not remember? When I broke the five loaves for the five thousand, how many baskets full of fragments did you take up?” They said to Him, “Twelve.” “Also, when I broke the seven for the four thousand, how many large baskets full of fragments did you take up?” And they said, “Seven.” So He said to them, “How is it you do not understand?”

  • The disciples had just seen Jesus multiply the five loaves and 2 fishes, but yet they forgot. You’re never ready, it’s not about your preparation. God is with you.
  • There is no need for God to tell us the details, but He cares about every detail.
  • God doesn’t need me to be ready – I will never be. He just wants me to obey and follow Him (ask for His supernatural wisdom).
  • Insecurities happen because we compare our behind-the-scenes with everyone else’s highlight reel.

1. Cancel the audition! God CHOSE you!

Compared how some people may feel with those auditioning for the TV show “The Voice.” “Cancel the audition, you’ve already got the part. A lot of people spend their whole lives waiting on somebody to hit a button, turn around, and choose them,” he said. “A lot of believers spend their whole walk with God performing, trying out, feeling bad, waiting on God to hit a button and turn around and say now He loves you. God said before you were born ‘I chose you.’” Isn’t that enough?

  • He chose you before you were born.
  • You don’t need to impress God. You don’t need to try out, you just have to live out what God has already placed in you.
  • God gave you the part not because of anything you did; God chose you precisely because you’re awkward a.k.a uniquely awkward.
  • God’s got options, but He chose YOU.
  • Equip your spirit with the word of God.
  • “My Father says I am”
  • Live by what God says about you, about what you can do. His is the only opinion that matters.
  • When God is speaking, one word is more than enough. Have enough faith in your Father to go with one word.

2. Get ready on the way !

  • God doesn’t call you to “feel ready” or trying to be as ready as possible, He calls you to have faith and follow Him.
  • Trust that God will drive and get ready on the way. Just like husband and wife, sometimes the women will just never been ready until the car engine starts. As His bride, you just have to hop on to the car and get ready on the way. God will drive and you get ready on the way!
  • Blessings is God’s department, obedience is yours.
  • If you can hear God’s voice, you can stand in the face of your fear 
3. Stay behind the guide!
  • Psalm 23 – To have the Lord as my shepherd, I’ve to acknowledge that I’m a sheep
  • Psalm 48:14 – For this God is our God for ever and ever; he will be our guide even to the end. He does not want to give you guidance, He wants to be your Guide forever!
  • “I’m never going to audition for Your love again. I’m never going to audition for Your calling again. I receive Your love. I receive Your calling.”
“I’ve never been ready. I wasn’t ready when we started the church. I didn’t feel ready when the church started to grow, thousands of people were coming to Christ, but the church got bigger than the town I grew up in. I wasn’t ready for that.” said Steven Furtick

Taken from here